RSS Feed

Monday, February 15, 2010

Bencikah pada Bumi?

Bintang bertandang, kemudian menghilang.
Berganti surya menawan hingga menegap di puncak dunia.
Terik menjerik berputar2 diantara waktu yg mendetik.
Memanggang bumi yg semakin membuncit.
Kemudian tanya itu menghampiri: bencikah surya pada bumi sehingga terik muncul setengah mati?


Tiba2 di kejauhan awan kelam berarak garang meluncurkan berondongan hujan.
Guntur dan petir mengaum bersahutan.
Wajah langit tak hanya kelabu tapi legam tak berupa.
Seketika tanya itu berulang: bencikah hujan pada bumi sehingga langit menuai badai?

Lalu bau tanah basah meruah.
Menghidupkan bumi dari kematiannya.
Menegakkan akar2 lemah sebab terpelanting usia.
Menyegarkan kuncup2 muda yang menyembul di balik dedaunan tua.
Aahh indahnya…
Masihkah harus terlintas pertanyaan yang sama? Mengapa ada benci untuk bumi?

Tapi kemudian angin membisikkan pada sebuah telinga tentang benci.
Bahwa terik yang melingkupi bumi itu bukan tanda benci, melainkan ekspresi cintanya pada bumi.
Bahwa hujan yang merintik bahkan membadai di langit bumi itu bukan karena benci, tetapi deklarasi cintanya pada bumi.

Dengan sadar lisan itu kembali berucap, kenapa semua bukan tentang benci tapi justru cinta yang bersemi?
Sebuah suara kemudian mengemuka, sejurus berkata, “Jawabnya ada disini, di hatimu sendiri.”

***

Ketika rinduku pada lelaki itu membuncah. Lelaki yg kupanggil dengan sebuah sebutan: Ayah. Miss u already dad…

2 comments:

lelaki_semesta said...

kirain rindu sm lelaki yg lain...taunya sm ayah...hmmffhh :D

dunia rina okta said...

cappee deeehh...

Post a Comment