RSS Feed

Saturday, April 24, 2010

Menghargai Kenegatifan Diri?? *thinking then...*

Adalah dia seorang Adi, lengkapnya Aghniadi, siswa SMA kelas XI SMAN 5 Bandung yang pintar dan punya banyak kelebihan. Jagonya eksak, debat, bahkan menulis dan membuat puisi. Rasanya tak berlebihan jika saya memuji Adi. Hampir seluruh tulisan yang digoreskannya di note2 FB atau di situs pribadinya http://pelajarparuhwaktu.wordpress.com/ membuat saya terpaku sekaligus terpukau.

Untuk remaja seumurannya, dia memiliki kedewasaan dalam memandang sesuatu, tapi ga kolot, bahasanya jg ga berat, paslah sama karakter anak muda yang gaol, hehe...Hadduuhh makin bangga aja deh pernah kenal dengan sosok lelaki remaja berkacamata itu. Seperti hari ini, ga sengaja saya buka blognya, dan menjatuhkan pilihan pada catatan Adi yang berjudul MEMANUSIAKAN MANUSIA. Berikut isi lengkapnya. And i suggest to u to read this one...

***

Published: March 30, 2010 / 20:16

Category: Thoughts

Tags: antitesis, limit, manusia, matematika, negatif, positif, sempurna

-MEMANUSIAKAN MANUSIA-


Tadi siang, pelajaran matematika lagi ngebahas limit.

Ya, masalah tak hingga, mendekati, fungsi, juga positif dan negatif (dan ya, dari pelajaran eksak macam ini cuma informasi linguistik yang gue tangkap. Huh.)

Dari pembahasan selama 90 menit tadi, cuma ada dua kata yang terngiang-ngiang terus di kepala gue. Positif, dan negatif. Karena nampaknya dua hal itu lagi berhubungan erat banget sama gue.

Setiap hal diciptakan masing-masing punya antitesis. Salah dan benar. Gelap dan terang. Hitam dan putih. Positif dan negatif. Dua hal yang ada karena satu sama lain, dan tidak saling menihilkan. Dunia bisa membentuk sesuatu yang benar karena melihat pernah ada kesalahan terjadi. Terang bisa membuat sesuatu yang besar melekatkan bayangan gelap dibaliknya. Hitam adalah rupa final setelah semua warna dikonsentrasikan, dimana putih adalah awal dimana warna didispersikan.

Kausa dan efek yang ironisnya bergumul dalam waktu yang abadi.

Seperti manusia. Manusia adalah tempat dimana pergumulan abadi itu ada, sisi positif dan negatif. Dimana keduanya ada secara bersamaan. Nggak heran manusia itu makhluk yang rapuh. Diombang-ambing dua hal kontras.

Manusia mengejar kesempurnaan. Manusia adalah utopis, berharap tempat dan kondisi dimana segalanya sempurna, berjalan selaras.

Maka buat gue, menjadi manusia yang sempurna, dan menjalani hidup yang sempurna pula, bukan berarti berjalan di dunia tanpa cacat. Menjadi sempurna adalah karena kita mempunyai kedua sisi kontras itu, positif dan negatif, bukannya berpikir salah satunya yang baik untuk kita.

Gue, dan semua orang di luar sana adalah gabungan positif dan negatif. Dan jelas nggak mungkin positif dinegatifkan, begitupun sebaliknya. Jadi hiduplah juga dengan kenegatifan kita.

Itulah mengapa kita disebut manusia.

Dan menghargai semua kenegatifan kita (kesalahan, kegagalan, kesialan) juga manusiawi.

P.S: Strongly influenced by Samuel Mulia & Joko Anwar, two of the most creative person I’ve ever known.

http://pelajarparuhwaktu.wordpress.com/2010/03/30/memanusiakan-manusia-3/

***

Banyak catatan2 kecil yang muncul dalam benak saya sesaat setelah membaca tulisan Adi. Menghargai kenegatifan diri yang sudah sepaket Tuhan ciptakan di setiap diri kita ini memang perlu, agar kita sadar bahwa sebab kenegatifan diri itulah yang menyempurnakan predikat kita sebagai manusia. Namun kita dikasih pilihan sm Tuhan, mau membuat kenegatifan itu jadi lebih negatif atau menjadikan kenegatifan itu lebih positif (sebab pada dasarnya kita ga bisa menghilangkan sisi negatif diri kita) dan bisa mendatangkan kebaikan ga hanya buat diri sendiri tapi juga buat org lain.

Selebihnya...saya benar2 terpaku dan terpukau. Thx Adi...

5 comments:

ngupingers said...

limit = susah

dunia rina okta said...

ngupingers = aneh

hahn said...

how how how
*komen teu penting*
:D

dunia rina okta said...

makasihbuatkomentakpentingnya :P *balasanygserupa*

nuning nune said...

ne sepakat sm Adi dan Rina :)

Post a Comment