RSS Feed

Saturday, April 10, 2010

MATEMATIKA, CINTA, DAN BELANDA



Only a life for other is a life worthwhile – Albert Einstein



Hidup akan berharga jika bermanfaat untuk orang lain, begitu kira-kira yang bisa saya tangkap dari quote seorang Albert Einsten. Hmm agak lama saya merenunginya, lalu bertanya-tanya pada diri saya sudahkah saya bermanfaat untuk orang lain? Haha…tertawa dalam hati, bisa-bisanya saya berpikir demikian padahal saat itu sedang workshop education dengan 2 orang nederlandher, Jaap den Hertog dan Aad Godjin. Jangan salahkan saya, kalau bisa salahkan kedua orang itu yang membuat pemikiran ini muncul. (lho?) Haha…

***

IN THE BEGINNING

Pagi itu, hampir enam bulan lalu di tahun 2009, kelas kecil kami di salah satu universitas negeri di Surabaya kedatangan 2 tamu istimewa, dosen dari Fruedenthal Institute milik Utrecht University dgn membawa sesuatu untuk kami. Siapa coba yang tak bisa menahan perasaan senang akan bertemu 2 orang bule Belanda dengan sekotak oleh-oleh yang manis?? Hmm…kontan semua girang, deg-degan dengan hari yang dimaksud. Sekaligus susah, sebab tugas awal yang diberikan cukup ‘mematikan’, haha...jurnal-jurnal berbahasa asing yang cukup tebal yang harus dilahap sebelum keduanya masuk kelas. Satu kelemahan kami saat itu: menerjemahkan sekaligus memakmanai apa yang dimaksudkan jurnal tersebut dalam sebuah paper. Fiuuhh…

“Hello everybody!!” Katanya sambil muncul di depan pintu kelas kami. Keduanya lalu berkeliling menyalami satu-satu dari kami dengan genggaman erat dan tatapan ramah tepat di retina kami. Ketika itu saya merasakan efek yang luar biasa dari semangat Jaap dan Aad. Saya pikir hanya saya yang merasakannya, ternyata semua menyimpan perasaan yang sama. Satu poin yang kemudian saya rekam dalam benak saya: semangat itu menular.

Lalu sampailah keduanya membagi oleh-oleh pada kami. Mereka menyebutnya RME, Realistic Mathematics Education. Haha, saya pikir oleh-olehnya miniatur bangunan berkincir atau kelompen Belanda, ternyata…Tapi belakangan saya malah bersyukur, untung bukan barang-barang kecil yang bisa rusak bahkan hilang itu yg jadi oleh-olehnya, tapi sesuatu yang besar yang tidak akan lekang dan hilang dimakan jaman: ilmu.

MATEMATIKA DARI BELANDA

Semua mungkin sepakat kalau objek matematika adalah abstrak. Dan keabstrakan ini tetap ada pada matematika sekolah yang belakangan menjadi salah satu penyebab sulitnya seorang pendidik mengajar matematika.

Seorang guru matematika harus berusaha untuk mengurangi sifat keabstrakan dari objek matematika itu sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran matematika di sekolah. Dengan kata lain seorang guru harus mengusahakan agar fakta, konsep, operasi, ataupun prinsip dalam matematika itu terlihat konkret.

Salah satu solusi untuk mengonkretkan yang abstrak itu adalah dengan RME yanag dikembangkan di Belanda sejak sekitar 35-40 tahun lalu, berdasarkan ide Hans Freudenthal (seorang ahli matematika Belanda). Ada satu hal yng menarik dari ide Bapak RME ini, dia menyatakan bahwa matematika adalah kegiatan manusia (human activity).

Saya memandang Freudenthal sangat cerdas dalam mengutarakan idenya tersebut, sebab untuk saya pribadi, secara tidak langsung bisa menyugesti diri bahwa apa yang dipelajari di matematika tidak lantas akan berakhir dalam teori saja, tapi bisa bermakna dan bermanfaat luas bagi semesta, secara kegiatan manusia gitu, sudah pasti luaslah. Hal itu yang belakangan bisa merubah paradigma khalayak umum tentang matematika: sudah susah, kegunaannya paling cuman buat ngitung rugi-laba.

Tidak bisa dipungkiri matematika itu susah, namun kita bisa membuatnya jadi lebih mudah. Salah satu prinsip RME: menggunakan konteks nyata/real ternyata bisa dipercaya bisa membuat bayangan siswa tentang abstraknya matematika terbuka perlahan.

Suatu kali Jaap melayangkan pertanyaan yang saat itu saya dan juga teman-teman banyak yang tidak tepat dalam menjawab: what is a realistic?

Ayu: something can be touched
Jaap: oke, just it?
Nur: something can be seen
Jaap: hmm…just it? Anything else?

Bla…bla…kami mencoba ini dan itu, tapi akhirnya Jaap sendiri juga yang menjelaskan jawaban tepatnya. Jaap menerangkan, sesuatu dikatakan realistik ketika ia bisa dibayangkan oleh pikiran kita, tak jadi masalah ada barangnya atau tidak, terlihat atau tidak. Selama kita bisa membayangkannya, itu poinnya.

CINTA DARI BELANDA

Banyak makna-makna implisit dari karakteristik RME Belanda ini, yang jujur, buat saya, guna banget. Ga hanya buat orang yang nantinya menjalani profesi sebagai guru, tapi juga buat seluruh manusia: mendidik dengan hati.

Poin penting itu juga yang belakangan saya sadari sebagai jawaban kenapa gaya mengajar Jaap dan Aad berbeda dengan pengajar kebanyakan di Indonesia.

Sebab mereka menjalani praktek memanusiakan manusia, mendidik siswa dengan sikap terbuka, mengajak berkomunikasi dengan cara yang komunikatif atau dengan bahasa yang mudah dimengerti, ga perlu ribet –sederhana- tapi dalem, dan yang ga ketinggalan juga yaitu memperhatikan perasaan siswanya.


Saya jadi teringat kata-kata seorang professor yang juga terlibat dalam pengembangan RME di Indonesia mengenai cara mendidik siswa, begini katanya:

“Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, dia belajar menemukan cinta dalam kehidupannya.”

(Beliau pun mengutipnya dari sebuah quote Anonym)

MATEMATIKA, CINTA, DAN BELANDA

Itulah kenapa saya berpikir mengenai quote-nya mbah Albert. Jaap dan Aad adalah dalang utama kenapa pertanyaan itu bisa muncul dalam benak saya. Ya, mereka pelakunya. Tanpa mereka sadari, tanpa keduanya mengatakan secara langsung, namun bahasa tubuh, tatapan mata ketika berbicara, bahasa yang dituturkan, semuanya menggiring saya ke arah itu. Karakteristik pendidik Belanda dengan RME-nya yang membuat saya terus menabur benih mimpi bisa menginjakkan kaki di Freudenthal Institute.

Banyak keindahan yang mungkin ingin orang lihat, termasuk saya di Negeri Van Oranje, yang bukan hanya tempat Jaap dan Aad lahir dan besar tapi negeri dimana keluwesan bertutur serta gaya mengajar yang keren itu dibentuk. Dari sikap keduanya itu saya belajar, bercermin, betapa seharusnya orang mendidik dengan hatinya, penuh cinta dan sayang, tidak perlu yang mewah cukup yang sederhana saja, memperhatikan dan memberikan tanggapan.

Saya pernah berpikir juga, jika pemikiran RME dari Belanda itu mampu membentuk jiwa-jiwa lembut tanpa menghilangkan esensi berjuang macam Jaap dan Aad, maka Belanda bisa jadi memang pilihan tepat untuk menggali potensi tersebut, sebelum akhirnya orang-orang yang berkesempatan belajar disana kembali ke ibu pertiwi tercinta ini lalu berjuang seperti Jaap dan Aad mencerdaskan anak-anak negeri.

Bisa berguru hingga ke negeri 1000 kincir mungkin memang anugerah, namun menjadi salah satu pihak yang dapat membantu orang-orang (dalam hal ini anak-anak didik di Indonesia) memahami matematika dengan sepenuh hati itu lebih dari sekedar anugerah.

Meneruskan sekolah hingga ke Belanda bukan hanya sebait senandung ingin, bukan pula menyoal pembuktian diri yang kalau tidak disetir malah menimbulkan keangkuhan. Tapi lebih cenderung pada sebuah kata ‘mau’. Mau berkompetisi sportif, mau bersusah-susah raga dan pikir demi menggamit sukses hingga akhir semester, mau berikhlas diri ketika waktu ‘memaksa’ untuk pulang ke negeri halaman dan memuarakannya pada makhluk bernama ‘pengabdian’. Maukah??

Aahh…saya jadi merindukan Jaap dan Aad. Dua manusia didikan barat (Belanda –red) yang justru lebih timur dalam hal mendidik manusia.

19 comments:

ai_yuliafitri said...

kak, bagus tulisannya, ai jd termotivasi...bismillah smg ai bs pergi ke holland thn ini ya kak, ketemu sm jaap dan aad langsung, belajar sm mereka mengajar dgn hati...

nice writing kak...smg bs manfaat :)

chamOet said...

ya amplop mba ina, makin yahud ajah loh kamu nulis...tp yg cha2 rasain beda bgt ya sm tulisan pertama td, ampun deh sm mba ina, bisa nulis dgn 2 karakter tulisan yg beda...jd ajah cha2 teh pengen ketemu si jaap dan aad (lho?) haha

sukses mba ina, ur note are very inspiring me :D

uzi_fauzi said...

teh, uzi tos ningali yeuh blogna, alus euy, jadi hoyong nyobian ngadamel blog, sareng nyerat2, hehe...okelah teh, abi jd terinspirasi menjadi pendidik yg okeh jiga si bule eta, jaap sareng aad...keep writing teh supados tiasa masihan pencerahan :D

dunia rina okta said...

ai: makasih ya dear...sederhana aja kok, iyah ai smg bs ketemu sm jaap dan aad :)

cha2: beda ya cha?? hehe tp smg bs diambil manfaatnya ya cha, sbb itu tujuan mba ina nulis: buat berbagi :) boleh cha ketemu sm mrk, asal kelarin dulu s1-nya ya xixixi

uzi: ajzkh ya zi, hayu atuh buru qt nge-blog, lmyn lho buat refresh our mind...btw uzi bs kok ky jaap dan aad, bahkan jauh lebih baik, yg penting sertakan hati dlm setiap didikan, hehe nuhun tos mampir wengi2 :)

reihanUI said...

klo lo tny gw soal ngajar angkat tngn dah rin, tp se7 sm pndpt lo di note ini, appn yg dr hati itu bawaanx indah sista :)

sukses lo ya rin, sori baru bs mampir *hehe itu jg lo paksa* ups kaboooor :))

dunia rina okta said...

reihan: aah rei, kerjaan lo kan jg pengajar bro, tp emg bener gan, 2 org belanda itu dgn inovasi barunya di bidang pendidikan bikin qt jadi melek sm arti 'mendidik' yg sebenarnya, mrk tau bgt yg namanya ngedidik dgn hati, bukan pake emosi :)

tengkyu bro, aduh lo buka rhs aja bro, awas lo ya, hahaha

Anonymous said...

whoa postingannya ada di home nya kompetiblog.. n emang bagus tulisannya :)
congratz ya mbak

Rizky Amelia said...

wah tulisannya bagus. Saya juga kebetulan setiap tahun dapat pengajar dari belanda. dan saya sangat setuju dengan tulisan kamu itu. Gaya mengajar mereka memang beda dengan guru/dosen di sini. Mengajar dengan hati dan membuat suasa belajar menjadi menyenangkan.

Jadi kangen sama dosen2 saya, Arthur verbiest, Leen Verrote, Geert, Petra Roel, Franciscus Brandsma, Welmoed, dan Henk Noorland.

Ik heb jullie gemist :)

sukses ya mba.. main ke blogku juga

iboylogy.blogspot.com

dunia rina okta said...

nadiafriza: tulisan nadia jg udah nampil tuh di home kompetiblog :) bagus engganya tulisan mah relatif say, yg utamanya tulisan qt bs bikin diri sendiri dan org lain semangat ngejalanin putaran waktu dgn sesuatu yg lbh baik hehe...trus manfaat jg, ky tulisan nadia, informatif bgt khususnya pencinta coklat :D

rizkyA: iya say, org2 barat terkadang lbh punya 'sense' dalam mengajar siswa2nya, bikin nyaman ktk mengemukakan argumen dll...waahh seneng ya tiap tahun bs dpt pengalaman serru itu :D sukses jg say...^^

Lia Ikmalia said...

weihh,..maap telat kasih komen'y...
Kemaren udah ngasih secara oflen..sekarang secara onlen yah,,,
Excellent...
Ga semua orang bisa menulis, menuangkan ide ke dalam bentuk tulisan dan dapat dimengerti oleh orang.Aku sepakat dengan pendapat beberapa temen dirimmu. daru dua blog itu, cara penulisan nya berbeda. bearti Na memiliki banyak gaya menulis, tetapi memiliki ciri khas. Masalah bahasa ya..sesuaikan dengan targety pembaca...

Gut lak....
eke dukung yey..

dunia rina okta said...

haha...tengkyu sista, mpe dibela2in ngomen disana-sini, nambah via cememes pula, ckckckck terharu daku li :((
wewh ur compliment is getting too much ceu, da daku hanya berusaha menuangkan apa2 yg ada di dalam hati dan pikiranku sajo, hoho, syukur2 kalo bs jd inspirasi buat nyang laen...

eniwey, tengkyu yaaa ceu :)

anaajah said...

judulnya: -masih- blogwalking (he3x rekor teh aku)
lagi2 tentang mendidik dengan hati, kayanya musti pasang sabar yg buanyak yah (sabaarr datanglah, temen aku namanya sabar teh he3x), eh ngemeng2 realistik yah teh, biologi jg ada loh yg nerapin pendekatan itu di materi2 tertentu (salah satu pengecualian: bab reproduksi) hehe...

dunia rina okta said...

ieu budak, bikin ngakak wae :))

ga hanya sabar say, tp komitmen, that's the important one, kalo perlu bawa tuh sekampung yg namanya sabar biar rame hehe *apa coba, gajel*
haha, realistik skrg udah dipake dimana2 neng, ga hanya terbatas utk math, bio jg bisa...eeh buat yg terakhir daku no comment deh :))

wiwit keswari (wiwitkeswari@yahoo.com) said...

pengalaman belajar dengan didikan pengajar belanda secara langsung tentu memberikan kesan yang amat mendalam. dengan hanya ikut membaca catatan ini saja saya selaku guru matematika ikut terinspirasi dengan gaya mengajar jaap dan aad, terutama tentang realistik matematikanya. saya akui, menerapkan rme di tingkat sma terkadang masih cukup sulit, apalagi tingkat sma memang sudah masuk level abstrak, sebenarnya tidak perlu dikonkritkan lagi, tapi ya begitulah, masih tetap tidak mudah.

tetap bersemangat nak ya, memberikan sumbangsih nyata pada pendidikan indonesia.

dunia rina okta said...

@ bu Wiwit^ iya bu, rina ngerasain banget diajar langsung sm 2 bule itu bu, belakangan rina jd bertekad, saat rina kembali ngajar nanti rina ingin menerapkan gaya mengajar jaap dan aad :D
makasih bu ya buat semangatnya...

stephanyMS said...

waah ada bu wiwit jg yah miss, xixixi...hebring si miss rina ih, sampe gurunya jg komen disini :))
gaya tulisan ini beda yah miss sm yg satunya, tp tetep keren loh, it's proving that u can write with many style, top bgt miss, gag smw org loh miss bisa...mangat miss!!

dunia rina okta said...

hehe guruku gurumu step :D iya itu si ibu, jadi terharu sayah T_T
hahay step paling bs nih ya...eniwey tengkyu ya say, hanya ingin mengeluarkan apa2 yg ada di hati dan pikiran aja say...
selamat ya buat kelulusannya :)

nuning nune said...

Rina tulisanmu makin bikin ne jd gimanaaa gitu :D ne paling suka bagian ini nih

"Mau berkompetisi sportif, mau bersusah-susah raga dan pikir demi menggamit sukses hingga akhir semester, mau berikhlas diri ketika waktu ‘memaksa’ untuk pulang ke negeri halaman dan memuarakannya pada makhluk bernama ‘pengabdian’. Maukah??"

smg banyak muda-mudi bangsa ini yg tulus mengabdi pada tanah tumpah darahnya...

dunia rina okta said...

ahaha nune mah suka gitu, kan jd malu :D btw rina meng-amin-i harapan nune yg terakhir itu...

Post a Comment