RSS Feed

Monday, April 19, 2010

CATATAN RINDU UNTUK AYAH

Catatan untuk ayah juara 1 di dunia saya…

***

-Pagi itu di kelas 4 sebuah sekolah dasar-

“A…Ayah…Ayahku seperti matahari.” Ryan memulai, meski apa yang ia katakan berbeda dengan yang ia tulis. Saat itu kebetulan ia melihat jendela yang memantulkan sinar matahari. Seluruh isi kelas memusatkan penglihatan dan pendengaran mereka pada sosok yang tengah panas dingin di depan kelas itu. “Matahari…yang setiap hari menyinari kami dan menghangatkannya.” Lanjutnya puitis. Teman-temannya semakin khusyuk mendengarnya. Mereka pikir bagus apa? Hati Ryan berkomentar. Oh My God, help me.

Kepala Bu Afiah mengangguk saat Ryan menoleh kearahnya, meminta Ryan meneruskan ceritanya tentang ayah. “Walaupun lelah, tapi tak dikatakannya. Ia terus bersinar. Tanpa pernah mengeluh dan meminta imbalan. Setiap hari bekerja dengan mesin-mesinnya yang hampir membuat telingaku tuli. Bla…bla…,” Ryan melanjutkan kalimat-kalimatnya. Seperti disihir, kalimat-kalimat itu begitu saja meluncur dari mulutnya.

“Ya…ayahku seperti matahari.” Ryan membungkukkan badannya. Memberi hormat. Menandakan ceritanya telah ia selesaikan.

Plok…plok…plok…

***

Sepenggal cerita pendek yg saya dedikasikan untuk ayah dari sejak kapan tau. Malam itu tak sengaja terbuka, saya baca ulang, dan tiba2 saja saya jadi merindukannya. Ayah, apa kabar?? Smg Alloh paring aman, mudah, selamat, lancar, baroqah yah…

“Apa yg bisa aku banggakan dari ayah??” ada pertanyaan itu dalam cerpen saya. Dan itu memang pertanyaan saya ketika duduk di bangku kelas 4 sekolah dasar. Pertanyaan itu tidak serta merta muncul, saya melihat teman2 saya yg begitu membanggakan ayahnya. Ada yg seorang Polisi, Hakim, Camat, bahkan Wakil Bupati. Sementara ayah saya, ayah hanya seorang pekerja serabutan biasa. Tapi saya tak ambil pusing, saya bahagia2 saja, pun ketika diantar naik sepeda sama ayah, sementara yg lain keluar dari mobil2 yg saat itu mewah sekali.

Saya memiliki masa kecil yg sederhana namun bahagia, punya banyak mainan, banyak dibelikan sandal2 lucu sama ayah, diajak keliling Jakarta, sebab saat itu ayah bekerja disana. Saya juga senang kalo punya banyak PR, apalagi keterampilan, sebab ada ayah. Ayah jagonya gambar, apa aja bisa. Yaiyyalah calon sarjana teknik sipil yg ga lulus, sebab keburu nikah sama ibu, belakangan ini yg jadi salah satu nasihat ayah: kalo mau menikah silakan, mbak, asal jgn ganggu kuliah, hehe…Ayah yg lihai membuat kerajinan dari kayu, yg punya banyak wawasan mulai dari pembuatan telur asin sampai perundang2an, yg fasih berbahasa inggris sehingga ketika masuk smp saya sudah bisa sedikit2.

Ayah yg ga suka rewel soal makanan, yg selalu bertanya “sudah makan, mbak?”, yg ga pernah lepas sholat malam dan mendoakan saya, yg selalu berpikir positif terhadap sesuatu bahkan ketika ponselnya diambil oleh teman baiknya sendiri, ayah hanya mengatakan, “mungkin orgnya sedang butuh, yaa smg manfaat saja hapenya.”Ayah yg selalu kasih dukungan ketika saya jadi sasaran kebencian org sebab gaya mengajar saya yg beda. Ayah yg mengajarkan saya untuk mendoakan baik pada semua org, bahkan mungkin yg membenci saya, sebab “doa baik itu akan berbalik pada yg mendoakan”, kata ayah sambil tersenyum.

Ayah yg ga pernah bilang ‘ga’ setiap kali saya minta antar kesana kemari, padahal pesanan kursi-lemari-kusen sedang banyak2nya. Ayah yg selalu berkata, “ikhlas dan sabar ya, mbak…” ketika saya mulai rewel dgn rutinitas yg saya jalani. Ayah yg selalu bangga dgn prestasi sederhana saya dan selalu mengacak rambut saya sambil bilang, “duh anakku, bangga aku…”

Ayah yg selalu ada untuk perjalanan Rangkas-Cipanas (tempat kerja saya dulu), yg ga pernah bosan melalui jalan2 Rangkas-Serang (ke terminal Pakupatan menuju Bandung), yg menawarkan diri mengantar di perjalanan Rangkas-Labuan (silaturahim ke seorang sahabat), yg mendampingi saya berangkat ke UNJ, Rangkas-Jakarta, untuk wawancara beasiswa. Aahh ada banyak aspal2 jalan dan kerikil kecil serta pohon2 rindang yg jadi saksi dari perjalanan kita ayah…saat hujan dan kita hanya punya satu setel jas hujan (saya atasannya, sementara ayah bawahannya), ketika terik yg memanggang permukaan tanganmu yg sudah kelam itu, waktu angin kencang dan motor terasa berat ditunggangi. Banyak musim yg kita lalui ayah dalam tawa bersama, keriangan, kadang sedih, konyol.

Ayah…saya bersyukur menjadi salah seorang puterimu, menjadi bagian hidupmu sejak hampir 25 tahun silam. Dan kebanggaan saya pun tak bisa luput dari hati ini. Ayah yg rajin tilawah, yg rajin shaum abi daud (belakangan saya ikuti juga), yg supel sama banyak org, yg selalu ramah dan punya banyak cerita, yg selalu nasihat ini itu, yg ga pernah absen mengingatkan untuk sambung ngaji, yg ga pernah bosan nyuapi adik bungsu saya yg manja (kadang suapannya jg masuk ke mulut saya), yg bs kasih masukan tanpa memaksakan ketika saya bingung dgn beberapa pilihan.

Banyak kata untuk ayah yg tak bisa satu2 saya urai. Untuk kesetiannya pada ibu, untuk kebijaksanaannya menjadi imam keluarga, untuk waktu2 perenungan yg dilakukannya sehingga dari hari ke hari ayah saya semakin bijak, untuk keikhlasannya pontang-panting demi mencukupi finansial keluarga, untuk usaha kerasnya belajar dari org lain dan menyampaikan dirinya menjadi seperti yg sekarang: wiraswasta kayu, untuk nasihat2 membangunnya pada saya, untuk waktu selepas maghrib yg biasa kami gunakan untuk bertukar cerita seharian, untuk cerita2 lucu sebelum tidurnya (termasuk cerita tentang Nyai Roro Kidul dan Paman Klentengan Sapi, dua cerita favorit saya), aahh…jadi sangat merindukannya.

Saya rindu ayah, rindu dgn wajahnya yg mulai menirus, rindu rambut hitam agak merahnya namun kini sudah menyembul beberapa rambut putih (haha u are going older dad…), rindu caranya berjalan, rindu ketika ayah tersenyum, rindu waktu ayah bikin rendang, rindu lihat ayah menggoreng kacang di H-2 Lebaran, rindu suara ngajinya, rindu semuanya…

Ayah…meski namamu disebut di paling akhir oleh nabi setelah ibu, namun doa2 ketika sujud ini tak pernah berakhir menggemakan namamu. Salah satu pinta doa saya pada Tuhan, smg IA menjadikan saya anak sholehah, yg doanya selalu sampai padamu dan ibu, sampai kapanpun, tak akan usang, bahkan ketika jiwa terlepas dari raganya.

Ayah, kau ayah juara 1 untuk dunia saya, sama halnya ayah juara 1 Ikal pada ayahnya. Banyak cinta untuk ayah matahariku dari mbak Ina…alhamdulillahi jazakallohu khoiro ayah, buat semua pancaran cinta yg tak pernah habis itu…miss u dad

Tuhan tolonglah sampaikan sejuta sayangku untuknya –TIC Band (Adaband –red) & Gita G.

7 comments:

cemplon said...

ah, aku jadi terharu...hikss... ;)
tapi ayahnya Ikal gak ngijinin Ikal sama Aling menikahhhh.... -apa hubungannya yaa..heee...-

anyway..nice blog you have here..

owh, makasih ucapan hepi blesdey nya yaaa....

Anonymous said...

LAIK DIS!
thx for sharing...
hahn

dunia rina okta said...

cemplon^ cup cup cup...a cup of coffee please (lho??) haha...ah neng cemplon ini, ur compliment is getting too much neng, this is just an ordinary blog hehe, but tengkyu yaa uda mampir...btw hubungannya ayah ikal-aling-cemplon apaan nih?? (makin ga nyambung)

seil^ brader...^^ lagi kangen rumah beserta isinya...

Anonymous said...

nice post mbak rina.. touchy abis
jadi pengen telpon papa saya

dunia rina okta said...

nadiafriza^ catatan hati seorang puteri yg sedang rindu ayahnya setengah mati say hehe...abis bikin ini note daku jg langsung telpon ayah, cucurhatan dan ngobrol ngalor ngidul :)

cemplon said...

iyah.. ayah-ikal-aling itu kan.. apaa yaaa..hee...

owh, mau kukirim makaroni kukus tapi hari ini gak saum kan? jadi gak jadi deh...heheee....

bikin dong, kan gampang (jiah.. sok yes ya..)

dunia rina okta said...

jiiiaahh dasaaarr, emg ga niat itu mah euy...hmm iya dah ntr bikin, tp akhir2 ini lagi hobi bikin pancake, lebih gampaangg soale hehehe...

Post a Comment