Aarrggghh…
Kenapa ya peran protagonist selalu teraniaya, selalu muncul dengan tipe yang sama?? Kenapa tokoh kategori ini ga pernah –sebentar saja- merasa bebas dari penindasan?? Pasti nangis lagi nangis lagi. Apalagi kalau melihat sinetron sebuah negeri (saya ga bilang Indonesia lho ya…)
Huh…ini membuat pikiran saya ga bisa menjauh dari pandangan minus kehidupan: yang kuat (lawan protagonist: antagonis, -red) –cenderung bahkan kebanyakan- akan berada pada jalur utama.
Tapi…bukankah itu sebuah keniscayaan ya?? Pihak dengan kekuatan yang mumpuni cenderung berada di rating tertinggi. Saya pikir, itu bisa saja terjadi bukan sebagai cela kehidupan, tapi implikasi logis yang harus diterima: yang berkuasa yang kuat. Lalu fakta mana lagi yang bisa mematahkannya??
(berpikir sejenak) hmm…ga ada!!
(berkata dalam diam, hampir seperti sebuah bisikan) Tapi kekhawatiran macam itu sebenarnya tak harus muncul kan. Toh pada akhir cerita, protagonist yang selalu menyandang predikat juara. Entah melalui plot yang masuk logika atau ga sama sekali bahkan terkesan memaksa.
Pangeran berkuda putih, atau berkuda besi, atau apalah yg intinya sosok hero, sudah dipersiapkan dari awal scenario. Dia sudah berada disana sejak since pertama diputar. Hanya saja sosoknya masih menjadi bahan praduga, seperti apa rupanya, bagaimana aksinya, kapan ia akan menyapa dunia, etc. Dia datang sebagai partner protagonist mengimbangi keniscayaan si kuat.
Tapi kemudian saya jadi berpikir lagi. Iya sih saya hidup di dunia ini sebenarnya juga seperti si aktris/aktor di tivi itu, menjalankan peran. Tapi yg berbeda adalah bahwa saya disutradarai oleh Sutradara Terbaik yang ga pernah akan dzalim sama si aktris/aktorNYA.
Skenarionya pun istimewa. Sudah ada beribu2 tahun sebelum si pemain ada. Jadi setiap alur, plot, setting tempat dan lain2 semuanya sudah benar2 dipersiapkan. Jadi ga mungkin ga bisa diuraikan dgn sebuah logika. Meski untuk mencapai logika itu perlu waktu yg mungkin lama, tapi bisa juga dalam sekejap mata. Semuanya digariskan berdasarkan tujuan dan manfaat yg tertulis di catatan cerita itu.
Jadi ga mungkin kalo saya menjalankan peran yang nangiiiis terus, atau teraniayaaaa terus, atau ketawaaaaa terus, ga mungkin. Sebab Pembuat Skenario ingin si aktris/aktorNYA merasakan berbagai macam peran kehidupan, supaya si pemain bisa tahu apa yg harus dilakukannya ketika berada dalam setiap babak, biar si aktris/aktor sadar betapa beruntungnya dia pernah menjalankan peran yg beda2 sehingga bisa nambah pengalaman dan bisa ngambil makna dari setiap cerita.
Lebih jauh lagi, dari peran2 yg kita mainkan, nantinya Sutradara Terbaik itu bisa memutuskan siapa2 yg berhak didaulat menjadi aktris/aktor terbaik versi Reality Life Award. SCTV atau Panasonic Award mah lewaaatt…
Dan yg lebih mengasyikannya, di akhir pemutaran scene kehidupan nanti, yg jadi pemenang akan dibawa ke suatu tempat yg paling indah, yg belum pernah dilihat oleh mata sebelumnya, yg belum pernah didengar telinga sebelumnya, yg ga bisa dibayangkan pikiran sama sekali. Kemana?? Iya, ke Surga, selamanya lagi. Benua Eropa dan Amerika aja mah lewaaatt…
Jadi…kalo mau dibawa ke tempat indah itu, mesti sabar menjalani peran2 selanjutnya. Ga perlu ngerasa susah sebab hadiahnya pun sangat indah. Perlu pengorbanan yg ga dikit kali. Yaa…sama kaya aktris/aktor di tivi2 itulah, perlu usaha keras biar tampangnya eksis terus. Perlu permak sana sini supaya bisa dapat peran yg beda2.
Pertanyaannya sudah siapkah kita jadi pemain dari Skenario Istimewa yg ditulis langsung oleh Sang Sutradara Terbaik di Arsy-NYA sana??
p.s. haha...gaya si Aku teh meni siga pemikir, banyak mikir, tapi kayanya mah kebanyak nonton sinetron seeh, jadi weeh kitu...^^
Kenapa ya peran protagonist selalu teraniaya, selalu muncul dengan tipe yang sama?? Kenapa tokoh kategori ini ga pernah –sebentar saja- merasa bebas dari penindasan?? Pasti nangis lagi nangis lagi. Apalagi kalau melihat sinetron sebuah negeri (saya ga bilang Indonesia lho ya…)
Huh…ini membuat pikiran saya ga bisa menjauh dari pandangan minus kehidupan: yang kuat (lawan protagonist: antagonis, -red) –cenderung bahkan kebanyakan- akan berada pada jalur utama.
Tapi…bukankah itu sebuah keniscayaan ya?? Pihak dengan kekuatan yang mumpuni cenderung berada di rating tertinggi. Saya pikir, itu bisa saja terjadi bukan sebagai cela kehidupan, tapi implikasi logis yang harus diterima: yang berkuasa yang kuat. Lalu fakta mana lagi yang bisa mematahkannya??
(berpikir sejenak) hmm…ga ada!!
(berkata dalam diam, hampir seperti sebuah bisikan) Tapi kekhawatiran macam itu sebenarnya tak harus muncul kan. Toh pada akhir cerita, protagonist yang selalu menyandang predikat juara. Entah melalui plot yang masuk logika atau ga sama sekali bahkan terkesan memaksa.
Pangeran berkuda putih, atau berkuda besi, atau apalah yg intinya sosok hero, sudah dipersiapkan dari awal scenario. Dia sudah berada disana sejak since pertama diputar. Hanya saja sosoknya masih menjadi bahan praduga, seperti apa rupanya, bagaimana aksinya, kapan ia akan menyapa dunia, etc. Dia datang sebagai partner protagonist mengimbangi keniscayaan si kuat.
Tapi kemudian saya jadi berpikir lagi. Iya sih saya hidup di dunia ini sebenarnya juga seperti si aktris/aktor di tivi itu, menjalankan peran. Tapi yg berbeda adalah bahwa saya disutradarai oleh Sutradara Terbaik yang ga pernah akan dzalim sama si aktris/aktorNYA.
Skenarionya pun istimewa. Sudah ada beribu2 tahun sebelum si pemain ada. Jadi setiap alur, plot, setting tempat dan lain2 semuanya sudah benar2 dipersiapkan. Jadi ga mungkin ga bisa diuraikan dgn sebuah logika. Meski untuk mencapai logika itu perlu waktu yg mungkin lama, tapi bisa juga dalam sekejap mata. Semuanya digariskan berdasarkan tujuan dan manfaat yg tertulis di catatan cerita itu.
Jadi ga mungkin kalo saya menjalankan peran yang nangiiiis terus, atau teraniayaaaa terus, atau ketawaaaaa terus, ga mungkin. Sebab Pembuat Skenario ingin si aktris/aktorNYA merasakan berbagai macam peran kehidupan, supaya si pemain bisa tahu apa yg harus dilakukannya ketika berada dalam setiap babak, biar si aktris/aktor sadar betapa beruntungnya dia pernah menjalankan peran yg beda2 sehingga bisa nambah pengalaman dan bisa ngambil makna dari setiap cerita.
Lebih jauh lagi, dari peran2 yg kita mainkan, nantinya Sutradara Terbaik itu bisa memutuskan siapa2 yg berhak didaulat menjadi aktris/aktor terbaik versi Reality Life Award. SCTV atau Panasonic Award mah lewaaatt…
Dan yg lebih mengasyikannya, di akhir pemutaran scene kehidupan nanti, yg jadi pemenang akan dibawa ke suatu tempat yg paling indah, yg belum pernah dilihat oleh mata sebelumnya, yg belum pernah didengar telinga sebelumnya, yg ga bisa dibayangkan pikiran sama sekali. Kemana?? Iya, ke Surga, selamanya lagi. Benua Eropa dan Amerika aja mah lewaaatt…
Jadi…kalo mau dibawa ke tempat indah itu, mesti sabar menjalani peran2 selanjutnya. Ga perlu ngerasa susah sebab hadiahnya pun sangat indah. Perlu pengorbanan yg ga dikit kali. Yaa…sama kaya aktris/aktor di tivi2 itulah, perlu usaha keras biar tampangnya eksis terus. Perlu permak sana sini supaya bisa dapat peran yg beda2.
Pertanyaannya sudah siapkah kita jadi pemain dari Skenario Istimewa yg ditulis langsung oleh Sang Sutradara Terbaik di Arsy-NYA sana??
p.s. haha...gaya si Aku teh meni siga pemikir, banyak mikir, tapi kayanya mah kebanyak nonton sinetron seeh, jadi weeh kitu...^^
No comments:
Post a Comment