Alhamdulillah Tuhan atas sepasang langkah yang masih bisa kupakai untuk berpijak ini. Meski kadang harus runtuh sesaat sebelum bangkit kembali. Meski kadang bertekuk lutut pada garis takdir sesekali. Meski sempat berpikir untuk mundur sesenti bahkan berinchi-inchi karena merasa gagal menciptakan kondisi yang diingini. Tapi kemudian otakku berpikir, kenapa harus memilih berhenti jika masih ada celah untuk bisa jalan lagi?? Haruskah mengibarkan panji putih sedini ini??
Lalu apa?? Berbalik arah lagikah?? Menuju jalan utama sebelum berbelok ke arah yang ini, iyah?? Huff…Jarak yang telah kutempuh rasanya sudah cukup jauh untuk mengalah. Meski pada akhirnya mungkin umm…yeah…aku harus menyerah. Tapi…aaarrrggghh…benarkah aku sudah kalah?? Iyakah krn belum bisa mewujudkan obsesi 1 atau 2 mimpi lantas aku layak dikatakan kalah?? Lalu apa yang sedang aku susuri sekarang, menuju jalan kesalahankah?? (iiihhh…ya enggaklah)
Oh…tidak…tidak…Tuhan kumohon lenyapkan persangkaan itu dari benakku. Sebab bagaimanapun aku masih setia menyelipkan berbait2 doa untuk kesuksesanku, keterwujudan setiap mimpi2ku, dunia akhirat, terlepas dari jenis jalan -berbatukah, landaikah, atau apapun- yang kususuri hingga kini.
Lalu, aku berhati2 bertanya, masihkah ada peluang kesempatan2 –yang sudah pergi- itu kembali menyapa dan bilang, “heeiii…kamu!! Masih mau aku ga??” Bisa dipastikan aku langsung mengangguk senang, ga butuh waktu lama mengambil keputusan, khawatir peluang itu berubah pikiran.
Hahaha…kemudian aku tertawa, gamang. Sebagai langkah defensive maksudnya, tapi kemudian malah menjadi aggressive, “kemungkinannya tak lebih dari 1%!”, batinku berteriak. Sangat kontradiktif. Seketika aku seperti terlempar dari gumpalan ketidaksadaranku. Oh…ternyata aku harus kembali ke kenyataanku sekarang. Bahwa kesempatan yang tidak hanya 1 itu sudah demikian jauh dan tak mampu kusentuh. Bahkan kembali memimpikannya pun aku tak yakin bisa kembali utuh.
Hmmffhh...mungkin…aku perlu sedikit udara untuk menarik nafas panjang. Hingga pada akhirnya aku menemukan fakta bahwa diriku sudah cukup berusaha. Dan meyakini semua yang kuperjuangakan tidak akan berakhir sia-sia. Rasanya tidak adil memperlakukan diriku semena2 hanya karena takdir belum memihak padanya mewujudkan salah satu atau salah dua asa.
Mengutip pernyataan Ikal, “takdir akan memihak pada sang pemberani.”
Maka aku memutuskan, tidak ada lagi pilihan untukku selain menjadi pemberani. Huff…sekarang saatnya mendamaikan hati dan menyinergikannya dengan logika. Aku mengatakan pada diriku sendiri, tidak perlu harus merasa bahagia dulu untuk menjadi bersyukur. Sebab ketika bisa bersyukur di saat sulit itulah yang memperlihatkan kadar keimanan kita yang sesungguhnya.
Lalu apa?? Berbalik arah lagikah?? Menuju jalan utama sebelum berbelok ke arah yang ini, iyah?? Huff…Jarak yang telah kutempuh rasanya sudah cukup jauh untuk mengalah. Meski pada akhirnya mungkin umm…yeah…aku harus menyerah. Tapi…aaarrrggghh…benarkah aku sudah kalah?? Iyakah krn belum bisa mewujudkan obsesi 1 atau 2 mimpi lantas aku layak dikatakan kalah?? Lalu apa yang sedang aku susuri sekarang, menuju jalan kesalahankah?? (iiihhh…ya enggaklah)
Oh…tidak…tidak…Tuhan kumohon lenyapkan persangkaan itu dari benakku. Sebab bagaimanapun aku masih setia menyelipkan berbait2 doa untuk kesuksesanku, keterwujudan setiap mimpi2ku, dunia akhirat, terlepas dari jenis jalan -berbatukah, landaikah, atau apapun- yang kususuri hingga kini.
Lalu, aku berhati2 bertanya, masihkah ada peluang kesempatan2 –yang sudah pergi- itu kembali menyapa dan bilang, “heeiii…kamu!! Masih mau aku ga??” Bisa dipastikan aku langsung mengangguk senang, ga butuh waktu lama mengambil keputusan, khawatir peluang itu berubah pikiran.
Hahaha…kemudian aku tertawa, gamang. Sebagai langkah defensive maksudnya, tapi kemudian malah menjadi aggressive, “kemungkinannya tak lebih dari 1%!”, batinku berteriak. Sangat kontradiktif. Seketika aku seperti terlempar dari gumpalan ketidaksadaranku. Oh…ternyata aku harus kembali ke kenyataanku sekarang. Bahwa kesempatan yang tidak hanya 1 itu sudah demikian jauh dan tak mampu kusentuh. Bahkan kembali memimpikannya pun aku tak yakin bisa kembali utuh.
Hmmffhh...mungkin…aku perlu sedikit udara untuk menarik nafas panjang. Hingga pada akhirnya aku menemukan fakta bahwa diriku sudah cukup berusaha. Dan meyakini semua yang kuperjuangakan tidak akan berakhir sia-sia. Rasanya tidak adil memperlakukan diriku semena2 hanya karena takdir belum memihak padanya mewujudkan salah satu atau salah dua asa.
Mengutip pernyataan Ikal, “takdir akan memihak pada sang pemberani.”
Maka aku memutuskan, tidak ada lagi pilihan untukku selain menjadi pemberani. Huff…sekarang saatnya mendamaikan hati dan menyinergikannya dengan logika. Aku mengatakan pada diriku sendiri, tidak perlu harus merasa bahagia dulu untuk menjadi bersyukur. Sebab ketika bisa bersyukur di saat sulit itulah yang memperlihatkan kadar keimanan kita yang sesungguhnya.
No comments:
Post a Comment